Di usia 30, banyak perempuan sering mendapat pertanyaan yang sama: “Kapan nikah?” Pertanyaan ini seolah menjadi kewajiban sosial, padahal kenyataannya hidup dan kebahagiaan seseorang tidak bisa diukur hanya dari status pernikahan.
Namun, mengapa usia 30 dianggap “batas” bagi perempuan? Apakah ada yang perlu ditakuti jika belum menikah? Mari kita bahas dari beberapa sudut pandang.
1. Perspektif Budaya: Tekanan yang Masih Kuat
Dalam banyak budaya, termasuk Indonesia, perempuan sering dihubungkan dengan peran domestik. Menikah dianggap sebagai “puncak” pencapaian hidup. Karena itu, ketika seorang perempuan mencapai usia 30 tanpa menikah, masyarakat cenderung memberi label atau tekanan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, rata-rata usia menikah pertama perempuan Indonesia adalah sekitar 21-24 tahun. Jadi, ketika memasuki usia 30, wajar jika perempuan merasa berada di luar “pakem” sosial yang berlaku.
2. Perspektif Psikologi: Takut Tertinggal dan Rasa Cemas
Psikolog menyebut fenomena ini sebagai social clock, yaitu standar waktu sosial yang mengatur kapan seseorang “seharusnya” melakukan hal tertentu seperti menikah atau punya anak. Jika kita merasa melewati batas ini, muncul perasaan tertinggal dan cemas.
Padahal, menurut penelitian American Psychological Association, kebahagiaan dalam pernikahan tidak ditentukan oleh usia saat menikah, melainkan oleh kesiapan emosional, finansial, dan kualitas hubungan.
3. Realitas Biologis: Benarkah Perlu Khawatir?
Memang benar, secara biologis, kesuburan perempuan menurun seiring bertambahnya usia, terutama setelah 35 tahun. Namun, dengan perkembangan teknologi seperti program IVF dan gaya hidup sehat, peluang untuk memiliki anak tetap terbuka.
Selain itu, banyak perempuan kini memprioritaskan karier, pendidikan, dan pengembangan diri di usia 20-an, yang justru bisa membuat mereka lebih siap membangun rumah tangga di usia 30-an.
4. Apa yang Sebenarnya Harus Ditakuti?
Yang perlu diwaspadai bukanlah status “belum menikah”, melainkan tekanan sosial yang membuat kita kehilangan kepercayaan diri. Ketika hidup hanya diukur dari status pernikahan, kita lupa bahwa nilai diri jauh lebih luas.
Hal yang lebih penting adalah:
- Apakah kamu bahagia dengan pilihan hidupmu?
- Apakah kamu punya hubungan yang sehat, baik dengan diri sendiri maupun orang lain?
- Apakah kamu berkembang sesuai impian dan nilai yang kamu pegang?
Tidak ada aturan baku kapan perempuan harus menikah. Usia hanyalah angka, sementara kebahagiaan adalah prioritas. Jika kamu belum menikah di usia 30, itu bukan kegagalan. Fokuslah pada hal yang membuat hidupmu bermakna.